Karya Tulis

Cinta dan Gerimis

Cinta dan Gerimis(Cerita Pendek)

karya: khoirunnisa

            XII IPS 2 ( SMA MUHAMMADIYAH 2 B.LAMPUNG)

Tokoh utama kita bernama Claured, atau sebagaimana teman-temannya memanggilnya: Kampret. Di antara pertemanan sesama cewek, memang ada kecenderungan membuat nama keren yang susah-susah dikasih oleh orang tua menjadi lebih culun. Di SD dia dipanggil Clared, di-SMP, dia dipanggil Kepret, baru di SMA dia dipanggil Kampret. Nama ini terbawa terus sampai sekarang, saat dia sudah kerja di sebuah perusahaan telekomunikasi di Lampung.

Anehnya, ketika temannya berkunjung ke rumah dan bertemu orang tuanya, temannya bilang, ‘Kampret ada, Tan?’ Bapaknya Claured malah menjawab, ‘Oh ada tuh di dalam.’ Seolah mengamini bahwa anaknya sejenis kelelawar pemakan buah.

Claured adalah sosok wanita yang ketika kamu berpapasan di supermarket atau di jalan, kamu tidak akan pernah ingat sama sekali kamu pernah papasan dengannya. Dia adalah orang yang biasa saja. Berbaur dengan keramaian. Menyatu dengan oksigen.

Tidak ada yang tahu bahwa dia punya bekas luka di kaki kanannya, hasil dari bermain di comberan ketika kelas lima SD. Tidak ada yang tahu dia suka baca novel romantis. Claured adalah tipikal orang yang tiap kali dia potong rambut, tidak ada satupun orang yang sadar, sampai rambutnya panjang lagi.

Sekarang, Claured sedang patah hati.

Di tengah pandemi seperti ini, ternyata ada yang lebih buruk di tahun 2020 bagi Claured. Dia baru saja diputusin oleh pacarnya selama lima tahun belakangan ini. Nama pria itu adalah: Arkan. Tempat terjadinya pemutusan secara tidak berkepripacaran itu adalah di kamar Claured, pukul 11 malam. Claured baru saja selesai menonton episode terakhir dari drama korea Hai Bye Mama. Handphone-nya berbunyi.

Isinya Whatsapp sederhana dari Arkan: ‘Aku rasa sudah waktunya kita selesai.’ Dengan polos Calured membalas, ‘Selesai apa?’ ‘Selesai. Kita harus akhiri cerita cinta sejak SMA ini.’ Arkan mutusin Claured dengan bahasa yang sangat baku, seolah dikutip langsung dari lagu cinta yang ramai di Tiktok.

Respon Claured saat itu biasa saja. Dia hanya bilang, ‘Ya sudah kalau kamu maunya begitu.’ Sesungguhnya dia sudah melihat ini akan terjadi. Seperti mengendarai sebuah mobil, dia sudah bisa melihat dari jauh kalau lampu lalu lintas akan menjadi warna merah. Claured hanya tidak menyangka waktunya secepat itu.

Dia sudah punya feeling, karena setiap kali dia meminta ketemu dengan Arkan, Arkan tidak mau. Alasan Arkan, sekarang kan lagi pandemi, nanti kamu bawa virus. Bahkan ketika Claured menawarkan untuk swab test dan vaksin Di Unila, seharga seperlima dari gajinya setiap bulan, Arkan masih tidak mau. ‘Jangan,’ kata Arkan. ‘Siapa tahu swab test-nya salah.’ ‘Lah namanya swab test kok bisa salah?’ tanya Claured ‘Yah, namanya manusia tidak luput dari kesalahan,’ begitu ucap Arkan.

Anehnya, Arkan masih nongkrong sama teman-temannya. Update di story instagram dengan teman yang lain, tanpa masker, pakai stiker Good Vibes Only, atau I Love Friday. Postingan tersebut juga tidak di close friend, yang membuat Claured bertanya-tanya, kenapa Arkan tidak berusaha menyembunyikan hal tersebut dari dirinya. Seolah ada sinyal yang dia mau berikan. Seolah Arkan mau bilang, ‘Gue emang gak mau ketemu lo lagi.’

Tapi ya sudahlah, mungkin hubungan dia dan Arkan harus berakhir, begitu pikir Claured. Walaupun lima tahun rasanya waktu yang terlalu lama untuk diakhiri dengan sebuah kalimat sederhana.

Ketika diputusin, Claured tidak nangis. Tidak, dia hanya duduk, memeluk bantal Love hadiah dari sprei My love kesukaannya, lalu tidak merasakan apa-apa. Aneh ya, bagaimana putus cinta biasa digambarkan dengan perasaan yang sangat sakit, tapi kali ini yang terasa justru sebaliknya: hampa.

Seperti seseorang yang baru saja dipukul di kepala, mungkin respon pertamanya adalah kok gak sakit ya, eh tiba-tiba gelap aja. Pingsan di tengah jalan. Itu yang terjadi. Tepat lima jam setelah diputusin, badai memori menabrak pikiran Claured. Dia menangis hingga dia tidak mengenali suaranya sendiri.

Claured menangis cukup keras untuk ukuran wanita 23 tahun. Calured masih tinggal dengan orangtuanya, dan orangtuanya mendengar suara tangisan itu dari kamar mereka. Ibunya mengetuk pintu kamar, membukanya, dan bertanya, ‘Nak, kamu kenapa?’

Ibunya Claured melihat anaknya duduk di atas kasur. Selimut berantakan. Air mata membasahi pipinya. ‘Gak kenapa-napa,’ kata Claured, sambil buru-buru menghapus pipinya yang basah kuyup.

Ibu Claured langsung memeluk anaknya erat, dan dalam pelukannya, sambil melihat laptop yang masih terbuka, dia berbisik kepada Claured, ‘Ibu ngerti kok nak, emang endingnya Hai Bye, Mama sedih banget.’

Claured, yang enggan membenarkan salah paham ibunya, malah menjawab, ‘Aktingnya Kim Tae-hee emang bagus banget di situ, Bu.’

Satu bulan setelah putus cinta. Claured pelan-pelan mencoba untuk beraktivitas kembali. Claured mulai menerima kenyataan bahwa dia di-unfollow oleh Arkan di Instagram, sebuah konfirmasi bahwa dia memang benar diputusin. Karena, di zaman sosial media seperti sekarang ini, putus cinta baru sah jika semua foto dengan mantan telah dihapus, dan akun kita telah di-unfollow. Sebelum itu terjadi, masih ada harapan untuk terjadi keajaiban.

Claured juga sudah mulai menerima kenyataan untuk memasukkan semua barang dari Arkan ke dalam kotak kardus coklat, dan menyimpannya di pojok kamar. Claured perlahan sudah bisa menerima, bahwa dia harus melanjutkan hidupnya. Claured juga tahu, di antara hal yang bikin nyesek seperti ini, dia masih bisa bersyukur: di tengah pandemi dia masih bisa WFH dari kantor, tabungannya cukup, dan keluarganya semua sehat. Tidak semua orang seberuntung dia.

Satu hal yang bikin Claured susah move on: gerimis. Dalam setahun pertama mereka pacaran, Arkan pernah mengantarkan Claured pulang, saat itu sedang ada gerimis. Arkan bilang kepada Claured, ‘Aku suka gerimis. Pas aja gitu, belum sampai hujan yang bikin orang kedinginan, tapi udah tidak mendung yang bikin orang muram. Gerimis itu hawa yang pas buat aku.’

Claured membalas pada saat itu, ‘Gerimis juga saat yang tepat untuk jatuh cinta.’

‘Ih apa sih, norak,’ kata Arkan saat itu, padahal senang dalam hati. Di bawah gerimis sore itu, di dalam mobil Arkan, api di dada mereka berdua terasa begitu hangat.

Tiga bulan setelah putus, Claured masih belum mau menyetir mobil ketika mendung. Dia tidak ingin ada di tengah gerimis dan semua memori malam itu luber keluar tanpa kendali. Di saat ini juga Claured melihat sebuah iklan sederhana dari postingan seorang temannya: drive in cinema. Nikmati pengalaman nonton di layar besar, film-film di bioskop dari dalam mobil. Claured sudah kangen sekali menonton film layar lebar, dan nonton di dalam mobil adalah solusi yang paling masuk akal di tengah pandemi seperti ini.

Claured berencana membawa mobilnya, Toyota Rush tahun 2010 yang dia dengan bangga beli dengan tabungannya sendiri. ‘Biar bekas, yang penting tidak ngutang,’ kata Claured setelah berjabat tangan dengan pemilik sebelumnya. Ketika Claured menutup pintu mobil itu, ingatan terhadap Arkan kembali terjadi. Sekelebat, memori antar-jemput Arkan dari sekolah dulu hingga dari kantor ke rumahnya hampir setiap hari, terngiang kembali di kepalanya. Air matanya, tidak dia sadari, kembali menggenang. Di luar, Ibu Claured yang sedang membaca buku di teras rumah, melihat anaknya menangis. ‘Pa, kata ibunya, memanggil bapaknya.’ ‘Ya, Ma,’ kata bapaknya menghampiri. ‘Kayanya Claured harus ngurangin nonton drama Korea, deh.’ Bapaknya mengangguk setuju.

Mobil Claured menembus jalanan yang ramai, seolah tidak ada pandemi yang sedang terjadi. Dia memasukkan mobil di tengah mobil-mobil lain. Seorang karyawan drive in datang membawa popcorn. Aroma jagung bakar yang sudah enam bulan itu tidak dia hirup. Ternyata, hal-hal kecil seperti ini yang dia rindukan. Maklum, dua bulan sekali, dia pergi bersama Arkan ke bioskop.

Film yang bermain hari itu adalah Kukira  Kau Rumah, sebuah film tahun 2021. Claured menyandarkan kursinya. Dia melihat film tersebut bermain. Pikirannya justru mengawang-awang. Dia tidak menyimak. Gambar yang bermain di depannya terlihat hanya seperti potongan-potongan adegan tanpa arti, karena pikiran sibuk berjalan sendiri. Dia berandai: kalau gue masih pacaran, Arkan mungkin ada di sebelah gue.

Di tengah-tengah film, tiba-tiba pintu kacanya diketuk.

Claured menoleh ke arah kaca.

Jantung Claured berhenti dua detik, saat dia tahu yang mengetuk adalah Arkan. Arkan mengernyitkan alisnya, dia terlihat gusar. Arkan buru-buru ke arah pintu penumpang, dia mencoba membukanya, tapi pintu masih terkunci.

‘Buka kuncinya,’ kata Arkan.

Claured masih bengong.

‘Buka kuncinya, Clau.’

‘Iya,’ kata Claured, ngomongnya agak tergagap, ada diambang kaget dengan tidak siap. Melihat mantan pacar seperti ini seperti melihat hantu: sesuatu yang pernah hidup, tapi sekarang gentayangan.

Arkan masuk ke dalam mobil Claured. Dia memakai baju hitam hari itu. Rambut brokolinya terlihat bercahaya diterpa gambar dari layar besar di depan mobil. Claured masih bengong, tidak siap dengan ini semua. Dia masih belum mengucapkan satu patah kata pun.

‘Kamu ngikutin aku?’ tanya Arkan. Suaranya cukup jelas untuk didengar di antara dialog dan musik film yang masih terus bermain.

‘Ngikutin?’ balas Claured.

‘Iya, kamu ngikutin aku ke tempat ini? Aku tadi lagi nonton di depan, terus aku lihat ke sebelah kiri belakang, kok ada mobil kamu. Clau, ini serem lho, ngak ada cewe yang pernah ngikutin aku sebelumnya.’

‘Gak ada yang ngikutin siapa-siapa,’ balas Claured.

‘Terus kenapa kamu di sini?’ tanya Arkan.

‘Ya, seperti semua orang lainnya di sini sih, mau nonton Kukira Kau Rumah. Kamu ngapain di sini?’

‘Sama, seperti semua orang disini.’

Ada hening yang tidak enak selama beberapa saat.

‘Kamu gak takut?’ tanya Claured.

‘Takut apa?’

‘Ini, masuk ke mobil aku. Kemarin-kemarin kan kamu nolak ketemu gara-gara takut virus, ini, sekarang kamu kok bisa langsung masuk ke mobil aku?’

Arkan tersadar, lalu bertanya. ‘Tapi kamu di rumah aja kan?’

‘Iya, di rumah aja. Gak kemana-mana. Gak ketemu siapa-siapa. Bapak-Ibu juga,’ jawab Claured. ‘Kamu?’

‘Besok satu kantor mau keluar kota, udah dibayarin swab sama bos. Semua dites,’ kata Arkan. ‘Aman.’

‘Baguslah,’ kata Claured. ‘Gak lucu juga pulang ketemu mantan tiba-tiba sesak napas kan?’

‘Iya gak lucu,’ kata Arkan. Arkan melihat tajam ke arah Claured, dia terlihat penasaran. ‘Aku harus tanya langsung. Jawab jujur. Ini bener kebetulan kamu ada di sini? Di saat yang bersamaan dengan aku?’

‘Ini bener kebetulan,’ jawab Claured, mengkonfirmasi. Arkan tahu Claured berkata yang sejujurnya. Lima tahun berpasangan, dia tahu kelemahan Claured: setiap kali Claured berbohong, secara tidak sadar dia menggaruk jari tengahnya. Arkan tidak pernah memberitahu kelemahan ini kepada Claured. Sungguh, berkah seorang pacar adalah kemampuan untuk mendeteksi kebohongan pasangannya.

Arkan menghela nafas panjang. Dia lalu memegang gagang pintu, bersiap untuk keluar, ‘Aku pergi du-’

Belum sempat Arkan menyelesaikan kalimatnya, Claured bertanya, ‘Kenapa sih kamu putusin aku.’

Arkan tidak menjawab.

‘Kenapa?’ tanya Claured, lagi.

‘Ini bener-bener mau dibahas, nih?’ tanya Arkan.

‘Yang tidak selesai, harus dibahas dong,’ kata Claured.

‘Buat aku udah selesai, kurang jelas apa lagi? Foto udah aku hapus, kamu udah aku unfollow,’ kata Arkan.

‘Buat aku belum.’ Claured melihat mata Arkan. ‘Jadi, kenapa?’

‘Cintanya hilang, cinta yang kita jalanin sejak kita masih labil sampai kita udah kerja masing-masing.` jawab Lisa, singkat.

‘Hilang?’

‘Iya, suatu hari aku bangun. Telponan sama kamu, terus, udah. Gak ada apa-apa. Aku gak ngerasain apa-apa lagi,’ kata Arkan. ‘Hilang begitu aja. Aku juga gak ngerti. Jujur, aku juga bingung kenapa aku begini.’

‘Bosen?’ tanya Claured.

‘Mungkin. Tapi yang jelas, penjelasan paling sederhana: cintanya sudah tidak ada lagi. Maaf, itu sejujur-jujurnya. Aku juga gak tahu kenapa. Mungkin, sekarang kita udah jadi orang yang beda.’

‘Lima tahun itu waktu yang lama lho,’ kata Claured.

‘Dan aku gak mau menghabiskan lima tahun lagi dengan orang yang salah,’ ucap Arkan. ‘Mungkin ini sakit buat kamu, tapi mendingan sakit sekarang dibandingkan sakit nanti-nanti.’

Claured terdiam. Dia lalu melihat tajam ke arah Arkan, ‘Kamu salah sih, aku gak berubah. Aku orang yang sama dengan yang kamu temui 5 tahun lalu. Aku orang yang sama, yang ikut nemenin kamu Fotocopy di belakang SMA Muhammadiyah. Aku orang yang sama yang kamu minta tolong malam itu. Aku masih inget, kamu ada di depan kasir, sendirian, mau bayar makanan, terus kamu nengok ke belakang, kamu bilang, ‘Sori, boleh pinjem lima ribu gak, gue janji bakal gue ganti. Duit gue kurang nih. Maap banget.’ Abis itu kita kenalan, lalu kita makan satu meja.

Aku masih ingat itu semua. Kata per kata.

Aku orang yang sama, Arkan. Aku masih sayang kamu.’

‘Iya,’ kata Arkan. ‘Tapi aku orang yang beda.’

Claured terdiam.

Claured dengan gusar berkata, ‘Terus, ingatan-ingatan kita gimana? Kamu mau apain? Aku ada lho, ketika kamu lulus, aku ada ketika kamu butuh interview kerja, sampai malam aku temenin kamu latihan soal Sbmptn.’

‘Kamu gak bisa gitu dong,’ balas Arkan. ‘Aku juga ada kok, pas kamu minta ditemenin skripsi di perpustakaan , aku ngorbanin gak kumpul sama temen-temen grup aku. Aku juga ada. Berpasangan bukan masalah itung-itungan, Clau. Ini sederhana: aku sudah berubah. Cintanya sudah hilang,’ kata Arkan.

‘Apa yang berubah?’ kata Claured.

‘Semuanya. Mimpi aku, sifat aku. Selera aku. Band yang kita dengerin dulu bukan lagi favorit aku.’

‘ One the reaction?’ tanya Claured.

‘Itu masih.’ Arkan memandang nanar ke depan. ‘Yang lainnya tidak. Kamu kalau dalam posisi aku juga pasti begini, Clau. Kamu mau kita masih pacaran, tapi pasangan kamu sudah gak ada rasa. Itu gak adil buat kamu, dan gak adil juga buat aku. Orang berubah, itu wajar. Akan ada masanya dua orang saling berpisah jalan, kamu gak salah, aku juga gak salah. Tolong, ngertiin itu, dong.’

Claured mengangguk, argumen Arkan ada benarnya.

‘Terus aku harus ngapain sekarang?’

‘Ya kamu harus relain aku. Aku yakin kok kamu pasti nemu orang yang lebih cocok, yang lebih baik dari aku. Yang lebih pantas buat kamu. Yang terima kamu seperti ini apa adanya.’

Claured terdiam.

Dia menengok ke arah depan kanan. Claured bertanya, ‘Mobil kamu mana?’

‘Di ujung mobil kamu.’

‘Di ujung?’

Arkan mengangguk.

‘Kamu kesini sama siapa?’

‘Itu,’ kata Arkan menunjuk sebuah mobil. ‘Mobil itu.’

Mata Claured mengarah ke sebuah mobil Honda HRV berwarna Merah. Dia melihat ada siluet wanita sedang membuka handphone, terlihat tidak memperhatikan film yang bermain di depannya. Mata Claured terbuka lebar. ‘Kamu dateng… sama… cewek lain?’ tanya Claured.

‘Iya, aku datang sama cewek lain,’ kata Arkan.

‘Kamu mutusin aku, gara-gara dia?’ tanya Claured, mengumpulkan keberanian untuk bertanya.

‘Kalau kamu nuduh aku selingkuh, jawabannya: tidak. Aku baru dikenalin minggu lalu. Ini pertama kali kami pergi bareng.’ kata Arkan. ‘Tenang aja, aku gak sejahat itu.’

Claured mengangguk.

Dia tahu itu benar.

‘Clau, aku udah maju ke depan dengan hidup aku.’ kata Arkan. ‘Yang terbaik buat kamu adalah untuk melanjutkan juga hidup kamu. Sampai jumpa, Clau. Terimakasih buat lima tahun ini.’

Claured terdiam.

Arkan berkata, ‘Janji kamu bakal cepat ngelupain aku.’

Claured masih terdiam.

‘Janji,’ kata Arkan. ‘Please.’

‘Janji,’ kata Claured, sambil mengangkat tangan kanan, dan menggaruk jari tengahnya.

Arkan nafas panjang. Air matanya mulai terkumpul.

‘Dah,’ kata Arkan. Dia buru-buru turun dari mobil Claured masuk ke dalam mobilnya, dia menceritakan jujur apa yang terjadi kepada wanita di sebelahnya. Wanita menoleh ke arah Claured, sekilas, tapi lantas dia tidak peduli. Mereka melanjutkan menonton film.

Claured masih melihat dari dalam mobil. Tanpa sadar, ada gerimis yang berjatuhan di atas mobil membuat ketukan-ketukan kecil yang mengiringi lamunan Claured malam hari itu. Claured melihat ke kaca mobilnya, menyalakan wiper, sambil berharap gerimis kali ini membasuh patah hatinya pergi.

Exit mobile version