Karya Tulis

Bukber Wacana doang? Udah Gak Jaman

Pesantren kilat hari kedua. Masih sama seperti biasa dan mungkin tidak akan berubah. Boleh jujur kan? Membosankan dan menyiksa. Duduk bersila selama 4 jam tanpa istirahat, mendengarkan materi dengan mata mengantuk juga perut lapar yang berbunyi minta di isi kembali. Ini bulan Ramadhan teman-teman, tidak boleh membohongi diri sendiri apalagi orang lain. Hanya bercerita sedikit kok, hehe….

*Bella: Kita udah diatas, kalo udah sampe langsung kesini aja, Ra.*

*Kila:* _*send a photo*_

“Tuh kan! Ditinggalin lagi! Kebiasaan deh! Selalu aja gue mulu yang ditinggalin dah.” Pagi-pagi sudah ada saja yang membuat _moodnya_ seketika anjlok.

“Yang bener aja?! Masa udah haus si?! Belom juga mulai.” Eluhnya. Padahal Baru saja berjalan beberapa meter dari parkiran.

“Gak boleh marah-marah, Ra. Bulan puasa, tahan emosi tahan jiwa mari berjuang bersama. SEMANGAT!!” Mengepalkan tangannya sambil menganggukkan kepala dan memantapkan hati menaiki anak tangga satu persatu dan menuju ruang aula yang berada di lantai 3. Baru saja masuk lobi universitas, semangat nya yang sudah berkobar tadi tiba-tiba padam perlahan. Melihat tangga yang menjulang tinggi didepannya membuatnya lemas seketika.

“Astaghfirullah ya Allah, udah _insecure_ duluan gue. Napa tinggi amat sih?! Gak tahu lagi puasa apa!!!” Entah sudah ke berapa kali hari ini ia menggerutu. Rara mengelus dadanya perlahan sambil kembali menaiki tangga walau sedikit tidak ikhlas. “Jompo banget sih gue, ngelebihin nenek-nenek kayaknya.” Mengerucutkan mulutnya sambil berjalan dengan hentakan kaki yang keras. ” Napa tuh bibir udah kayak bebek? Monyong-monyong, HAHAHA!!” Setelah melewati anak tangga satu persatu, tidak terasa Rara

sudah sampai di aula tempat sanlat diselenggarakan. Teman-temannya yang sedari tadi menunggu pun heran disambut dengan wajah Rara yang sedang ditekuk.

“Kok kalian ninggalin gue sih? Kan janjinya tadi tunggu di masjid terus berangkat ke aula bareng.” Sesi protes yang _unfaedah_ pun dimulai. Kila hanya mendengus lalu melanjutkan, “Makanya dateng pagi, lagian *06.42* kok baru otw.” Berusaha menjelaskan, tapi tetap bersikukuh bahwa temannya yang aneh ini lah yang salah.

“Gak setia kawan, dih! Gak seru.” Berlagak _ngambek_, padahal tidak dipedulikan. “Nangis! Nangis! Nangis!” Teriak Putri semangat sambil bertepuk tangan. “Nih juga, aneh-aneh aja. Perasaan kagak ada yang bener, kok bisa gue bisa temenan sama orang gak jelas kayak kalian.” Bella menggelengkan kepalanya heran.

“Tadi udah disuruh keatas, Ra. Dibanding kena marah mending ngikut aja, lagian kan udah dikasi tahu juga. Gosah lebay deh lo.”

Masih dengan posisinya yang mengerutkan dahi tanda tak suka, Rara masih belum puas dengan kalimat belaan teman-temannya. Terkesan tidak ikhlas dan tidak mau tahu. _Mengesalkan._

“Udah mending sekarang lo absen dulu, kita masuk duluan. Di barisan 3 samping kanan jangan lupa.” Kila memberitahu lokasi tempat duduk paten mereka sejak kemarin. Rara hanya berdeham pelan dan sedikit melirik kearah teman-temannya yang sudah sampai di tempat duduk masing-masing dan menyisakan satu _space_ kosong untuknya. Sebenarnya ia tadi tidak mengerti ucapan Kila. _Barisan 3 sih oke tapi kok samping kanan? Maksudnya?_ Tanyanya dalam hati sambil membubuhi kertas putih yang diberikan kakak kelas tadi dengan tanda tangannya. Tanda bahwa ia menghadiri acara pesantren kilat yang diselenggarakan oleh pihak sekolah.

Ia lalu duduk di samping Bella sambil mengeluarkan *Al-Qur’an.* Ia siap menjalani hari yang akan sangat panjang ini. _ya Allah, kuatkan hamba._

“Sumpah baru hari kedua, kaki gue udah encok bukan maen. Gak bisa gue, nyerah aja dah.” Ucapnya dengan wajah suntuk sambil memijit kakinya perlahan-lahan. “Tanggung, Ra. Besok udah hari terakhir.” Kila menyemangati.

“Woy Bell, melas amat muka lu. Nape nih? Seperti biasa, Putri dengan mulutnya yang terus berceloteh ria tanpa filter. “Lemes _bestie_ belum disemangatin ayang, HAHAHA!!!* Bella sudah tahu dirinya akan direcoki teman-temannya itu sudah terbiasa dan hanya memasang muka cuek walau sedikit tersentil.

“Bete gue. Mending kalian jangan nyari perkara deh.” Ketiga temannya hanya diam sambil mengangkat bahu. Temannya ini memang sedang sensitif sekali akhir-akhir ini. Wajar saja, kemarin ia mengeluh

_maag_ nya kambuh karena lupa sahur. Padahal salahnya sendiri, kenapa teman-temannya yang harus jadi imbas? _Dasar Bella!_

_Flashback on_

_”Gue kemarin sampe gak bisa tegap badannya. Jalan aja sampe bungkuk, sakit banget perut gue.” Ucapnya sambil memasang muka melas agar teman-temannya percaya. Sedangkan yang lainnya? Hanya diam dengan wajah curiga menatap Bella._

_”Trus? Lo batal gitu? Karena maag nya kambuh parah?” Kila memastikan. “Ya gak sih, gue cuma mau cerita aja, hehe.”_

_”Haha hehe haha hehe, nyengir lu!” Ucap Rara ngegas sambil menatap julid kearah Bella. “Dih kenapa sih? Sensi amat.” Bella merespon cuek._

_Flashback off_

“Btw guys, mau bukber gak?” Rara yang bosan akhirnya memulai obrolan dengan topik yang _random_. Kelewat gak penting malah.

“Puasa juga belom jalan seminggu udah mau bukber aja, nti dulu napa. Bokek nih!!” Kila akhirnya bersuara. “Curhat dong, Maaaaa!!” Ucap Putri dengan nada sedikit keras sampai membuat atensi di aula menengok kearah mereka.

“Iya donggg, hehe!” Pemateri malah yang menyahut ucapan Putri tadi. Mereka aman kali ini, pemateri tidak segalak dan sedingin mereka kira. Setelah gelak tawa siswa siswi mulai mereda, pemateri mulai menjelaskan kembali. Tentunya dengan gestur canggung yang sangat kentara. _Membosankan._

Setelah melewati sesi mengeluh dan terus mengeluh akhirnya mereka sampai di materi terakhir.

_Kemala Dewi S.Psi_

Sejenak Rara terdiam, entah apa yg dipikirkannya. “AKHIRNYA!!! bentar lagi selesai, gue bisa rebahan di rumah.” Ucap Bella sambil menerawang keatas, membayangkan betapa romantis kisah kasihnya bersama kasur dan guling kesayangan.

“Ra? Kok tiba-tiba diem? Gak enak badan?” Walau nyeleneh, Putri selalu jadi orang pertama yang peduli pada orang sekitarnya. “Gak kok gw cuma kagum sama penjelasan beliau. Ringkas tapi jelas.” Putri hanya terheran-heran. “Perasaan kemaren dah lo yang misuh-misuh mau sanlat cepet selesai, kok tiba- tiba di materi terakhir semangat gini?” Rara tidak merespon hanya kembali fokus mendengarkan penjelasan materi sambil sesekali mencatat.

“Psikologi Remaja Islami. Ohhh pantes.” Killa menyahut sambil tersenyum miring. “Kenapa memangnya?” Bella yang sejak tadi _bengong_ sambil menatap lampu berukuran besar yang tergantung tepat di atas kepalanya menengok.

“Cita-cita Rara kan jadi psikolog, makanya dia semangat dengerin materinya.” Bella dan Putri hanya ber- oh ria tanda mengerti, mereka baru ingat.

“Lo ngapain sih,Bell? Liatin lampu terus, gak silau apa?”

“Rasanya gw pengen gelantungan disana sangking bosennya.” Mereka berempat menahan tawa dengan susah payah. Rara yang sejak tadi serius memperhatikan pun menjadi salah fokus. Pemateri tiba-tiba turun dari podium untuk menanyakan perihal materi yang tadi beliau jelaskan, untuk memastikan apakah siswa-siswanya ini mengerti akan penjelasan tadi.

Dan entah kenapa, gurauan yang Bella katakan tadi masih menjadi pembahasan mereka. “Woy kok gurunya ke arah sini?” Kila yang baru sadar akhirnya menepuk pundaknya teman-temannya. Walau akhirnya melewati mereka dan menyerahkan mic kearah siswa lain. Tepat di samping kiri Kila. Mereka berempat menghela napas lega, perkiraan mereka rupanya salah. “Gw kira gurunya mau nyamperin kita.”

“Aduh! Gue sampe mau nangis. Lagian tuh guru kenapa datengnya pas kita mau ketawa sih jadinya kan delay dulu sesi recehnya.” Ucap Rara susah payah sambil mengusap air matanya. “_Random_ banget sih lo. Kok tiba-tiba pengen gelantungan?” Putri bertanya.

“Gue bosen banget sumpah. Pengen gelantungan aja jadinya.” _Dasar aneh._

_10 menit kemudian._

Rara yang sejak tadi menikmati materi yang di berikan akhirnya berada di titik bosan. Memukul paha dan lengan Bella dengan sengaja sambil mengoceh tidak jelas. “Nah dia, mulai gila. Frustasi bener kayaknya.” Kila memberi komentar atas perlakuan Rara ke Bella yang sudah _upnormal._ Sedangkan Bella? Hanya terdiam pasrah sambil menatap _lagi_ lampu di atas. Perhatiannya benar-benar sudah tertuju oleh lampu besar itu, Kila menggelengkan kepalanya heran.

Dan Putri? Sudah terlelap entah sejak kapan. Dengan posisi duduk pastinya sambil memangku tangan. Ia berhasil menipu pemateri dengan masker dan kacamata yang ia pakai. _Pintar juga_

“Kapan selesai sih? Perasaan kok jam di situ-situ aja jarumnya gak gerak-gerak? Rusak ya?” Rara berusaha _positive thinking._

“Emang lama, makanya jangan ditungguin. Mending kita ngewibu.” Ucap Kila senyam senyum sambil melihat karakter _webtoon_ favoritnya dilayar. Terus menggeser layarnya hp nya kebawah untuk melihat _chapter_ cerita yang ia baca. Mencoba mencari titik terang bagaiman kisah ini berlanjut

Teman-temannya memang sudah sejak tadi memiliki aktivitas masing-masing untuk mengusir rasa bosan. Dan hanya Rara saja yang seperti cacing kepanasan, bergerak gelisah dengan gestur aneh. Mencoba melampiaskan rasa jenuhnya. Entah kenapa ia menjadi tak berselera dan membiarkan hp nya tergeletak di atas karpet. Yang hanya ia pikirkan sekarang hanya bagaimana mempercepat waktu agar ia bisa cepat pulang.

“Baiklah anak-anak , sekian materi hari ini. Terimakasih sudah mengikuti sanlat dengan tertib. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.” Pemateri pamit undur diri dan acara dilanjutkan dengan penutupan.

“AKHIRNYAAAAAA!!!” Rara berteriak girang sambil mengibaskan sertifikat sanlatnya dengan kencang. Hari ini cukup panas, tidak sesuai dengan keadaan mereka yang sedang berpuasa.

“Oh ya, tawaran bukber gue tadi belum kalian respon. So… Gimana? Setuju?” Rara tersenyum lebar sambil menaikkan alisnya beberapa kali, berusaha meyakinkan teman-temannya. “Gak tahu dah, kan gue udah bilang tadi. Kapan-kapan aja dah bokek coy.” Kila memelas. Padahal masih awal bulan, ia hanya bisa berkhayal bagaimana bahagianya hidup dengan Soekarno-Hatta berbaris rapi di dompetnya.

“Bukber gak harus mahal, _bestie._ Makan naspad 10 rebu aja udah syukur. Yang penting kan

_moment_ bersama orang terdekat. Azzekkkk… ” Ucap Rara sok asik. “Murah amat naspad 10 rebu di

deket rumah gue 20 ribu malah.” Bella sebal.

“Udah lah malah bahas naspad. Jadi gak?” Rara berusaha menyelesaikan masalah. Karena masalah

*bukber* belum ada titik terangnya. “Maen jadi jadi aja, perasaan belom pada setuju dah, Ra.” Kila menerangkan. “Kok kalian tega sih?” Ayok lahhhh kapan lagi coba? Entar diundur-undur akhirnya terbengkalai.” Rara berusaha membujuk lagi. _Memang pantang menyerah sekali._

“Gas lah.” Kila akhirnya menyerah, lelah berdebat. Walau hubungan pertemanan mereka baru berjalan setengah tahun, mereka sudah merasa seperti teman lama yang _reuni_ kembali.

_3 hari setelahnya…_

Tidak penting sudah berapa lama mereka pernah bertemu, entah sudah berapa lontar kata yang saling mereka ucapkan. Waktu hanyalah angka, tidak penting berapa nominalnya.

“Seneng deh, pertama kalinya gue bukber bareng temen.” Rara tersenyum sambil memandang teman- temannya senang. “Pertama kali? Maksudnya?”

“Ya lo tahu lah sekedar _wacana_ doang. Padahal kan inti dari bukber itu kumpul-kumpul. Silahturahmi dan bercengkrama. Sekarang semua disalahpahami, sampe _bukber_ pun jadi ajang pamer _style hidup._ Pasti kalian waktu gue ajak kemaren mikirnya gitu kan? Makan enak biar bisa _update_ ke

_story_.” Berbeda dari biasanya, wajah yang selalu tersenyum dan melontarkan kalimat candaan, berubah serius sambil memandang teman-temannya dengan lurus.

“Jujur iya, tapi sebenernya bukan buat pamer. Cuma kan ya kalian tahulah…” Kila memotong omongannya.

“Biar enak diliat orang aja, hehe.” Kila nyengir sambil menggaruk kepala canggung. “Kalo dipikir-pikir, ngapain makan mahal-mahal di cafe terkenal kalo naspad 10 rebu aja udah seenak ini.” Putri menambahkan. Si _maniak_ nasi Padang.

“Makan mulu lo pikirannya.” Ucap Bella julid sambil menyerahkan potong terakhir sayap ayam gulai kesukaan Putri. _Dasar tsundere._

“Tapi yang dibilang Putri ada benernya, ngapain makan makanan mahal cuma kenyang diperut. Murah gapapa asal sama orang tersayang mah oke-oke aja.” Ucap Rara. “Idih, sok puitis lo.” Kalo gak ngegas, bukan Bella namanya.

“Alahhhhh, lo terharu kan sama apa yang gue omongin tadi. HAHAHA!”

“Yakali.” Singkatnya sambil memutar bola matanya. “Yaelah, Bell…Bell. Sok cuek lo.” Ejek Kila. Bella hanya merespon dengan malas, selalu saja ia yang menjadi imbasnya.

*Nama : Shalwa Permata Tridanty*

*Kelas: X IPS 1*

*Asal sekolah : SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung*

Exit mobile version